BOOKING TIKET PESAWAT

Sekarang menjadi pejabat negara tidaklah senyaman yang dibayangkan

Sekarang menjadi pejabat negara tidaklah senyaman yang dibayangkan. Info sangat penting tentang Sekarang menjadi pejabat negara tidaklah senyaman yang dibayangkan. Mengungkap fakta-fakta istimewa mengenai Sekarang menjadi pejabat negara tidaklah senyaman yang dibayangkan

Selanjutnya, untuk berhasil meraih mahkota Miss Teen Princes itu Maryelen harus mengalahkan 50 finalis lainnya pada putaran akhir nanti. Lain dulu, lain pula sekarang. Dulu, pejabat atau petugas negara bisa merasa tenang setelah berbuat atau 'terpaksa' berbuat salah dalam menjalankan tugasnya. Tapi seiring perkembangan jaman, sekarang ini menjadi seorang pejabat negara tidaklah senyaman yang dibayangkan. Publik dan lembaga atau badan pengawas terus mengincar kesalahan mereka. Era keterbukaan selalu menjadi hal yang tidak menyenangkan bagi para penguasa. Seorang pejabat negara tidak bisa lagi seenaknya tinggal menunjukkan ujung jari untuk memerintahkan sesuatu. Sebuah tulisan bagus dibawah ini bisa menggambarkan kondisi itu. Dan, semoga ini bukan gejala yang hanya sekedar basa-basi. Digitalizer. Fashion Online. Tapi memang usaha perbaikan untuk melaksanakan kehidupan bernegara dengan cara-cara yang lebih baik dan benar. Baru-baru ini diberitakan di Amerika Serikat bahwa agen FBI yang melakukan tugasnya pasca-peristiwa 9/11 tidak akan dituntut, meski melanggar hak asasi manusia (HAM). Sebelumnya diberitakan bahwa Presiden Obama mendapat kecaman karena tidak bersedia melakukan tuntutan hukum terhadap agen CIA yang melakukan penyiksaan berupa waterboarding terhadap para tahanan di Guantanamo. Apa yang dilakukan para agen CIA dan FBI itu tentu tidak dalam kapasitas pribadi mereka. Tindakan tersebut dilakukan dalam kapasitas mereka sebagai agen negara dan karenanya masuk kategori pejabat publik (public official). Kalau saja Obama membolehkan para agen itu dituntut secara pidana, berarti pejabat publik dijadikan pelaku tindak pidana. Ini merupakan perluasan terhadap pelaku tindak pidana, yang secara tradisional terbatas pada orang dan badan hukum (tindak pidana korporasi). Pejabat publik sebagai pelaku tindak pidana sebenarnya bukan hal baru. Pasca-Perang Dunia II, orang-orang yang menduduki jabatan seperti perdana menteri, menteri, panglima perang, bahkan prajurit Jepang dan Jerman harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka secara pidana. Mereka dipersalahkan telah melakukan kejahatan internasional. Selanjutnya, pada 1984, masyarakat internasional menyepakati Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (selanjutnya disebut ''Konvensi Penyiksaan''). Konvensi Penyiksaan ini telah diratifikasi Pemerintah Indonesia pada 1988. Konvensi itu mewajibkan negara peserta untuk menghindari dan menghukum tindakan penyiksaan atau tindakan sadis, tidak manusiawi, atau perlakuan atau penghukuman yang merendahkan martabat manusia yang dilakukan pejabat publik (public official or other person acting in an official capacity). Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan pejabat publik tidak saja mereka yang menduduki jabatan tinggi dalam birokrasi, melainkan juga aparat penegak hukum, seperti polisi dan petugas lembaga pemasyarakatan. Indonesia pun pernah memiliki pengalaman memproses secara pidana pejabat publik, meskipun akhirnya pengadilan membebaskannya. Mereka, antara lain, adalah orang yang dianggap terlibat dalam peristiwa Timor Timur dan Tanjung Priok. Individu yang dipersalahkan tentu saja tidak dalam kapasitas sebagai pribadi. Mereka dipersalahkan ketika menduduki jabatan tertentu. Ada yang menjabat sebagai gubernur, panglima daerah militer, kepala kepolisian daerah, dan sebagainya. Bahkan di Indonesia ada perkembangan baru, yakni pejabat publik dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pidana bila melakukan kebijakan yang bertentangan dengan undang-undang. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang tentang Pertambangan dan Batu Bara (UU Minerba), yang disahkan pada awal tahun ini.


BOOKING TIKET PESAWAT
Powered By : Blogger